Ideolokhi dalam Suzzanna Bernapas Dalam Kubur

0
894

[SPOILER ALERT]–Iyalah ya.

Cerita dimulai di Rocky Mountain, ketika tokoh Jack, anak dan istrinya mengendarai mobil mendaki gunung, lewati lembah untuk jagain hotel yang mau libur musim dingin. Jack mau nulis buku, sekalian dapat duit tambahan sebagai penjaga hotel berhantu. Musik dari awal sudah seram, untuk kasih unjuk bahwa ini film horror karya Stanley Kubrick yang khas dengan scoring keren di opening scene.

Tapi bukan sih, kita harus ganti Rocky Mountain dengan puncak pass. Satu adegan doang yang copas sequence dari The Shining, sisanya beda kok. Memang tidak ada Rocky mountain di film ini, adanya Rocky Soraya dan Anggi Umbara. Ini cerita horror berat tentang efek represi buruh di zaman Soeharto. Karena ketika protes dilarang, rampok bertindak; ketika rampok gagal dan malah jadi tulah, dukun bertindak. Sesuai zamannya, di jaman Pak Harto, haram sekali merampok orang kaya, kamu bisa dihantui! Cuma rakyat yang boleh dirampok!

Diceritakan empat orang buruh bete, karena gaji yang baru naik 3 bulan yang lalu tidak bisa naik lagi. Lalu mereka berniat jadi maling di rumah bos besar bernama Satria, yang istrinya Indo bernama Suzzanna, super cantik dan bohay. Tapi buruh ini baik-baik, apalagi karakter yang dimainkan Teuku Rifnu Wikana, begitu cinta dan ingin melindungi bini bos dari niat jahatnya sendiri. Inilah para buruh sopan dari pabrik alat pabrik—karena nggak jelas juga mereka ngerjain apa, selain muter-muter skrup alat pabrik. Malu sih sama Bjork yang jadi buruh pabrik wastafel dan hampir buta tapi masih selamet nggak mati di pabrik tapi mati dihukum mati.

Setting antara tahun 1988-1993, terlihat dari gambar wakil presiden Sudharmono di dinding kantor. Buruh mengancam protes, bos mempersilahkan. Jelas buruh tidak berani, lha wong di dinding ada Pak Harto dan Sudharmono. Mau modhar seperti Marsinah?

Soeharto Presiden GIF - Soeharto Presiden Indonesia GIFs

Apalagi karakter yang dimainkan Teuku Rifnu Wikana konon pernah masuk penjara—mungkin karena memprovokasi. Akhirnya ajimumpung bos lagi ke Jepang (sesuai dengan konteks masa itu, Jepang lagi invest gede-gedean, jadi rasanya aneh mobil bos bukan mobil Jepang), dan Istri bos yang setengah bule itu ternyata makamsi (emak-emak kampong sini) sama pembokat-pembokatnya, dan menunjukkan betapa tokoh Suzanna adalah ibu-ibu sosialis-te, dibuktikan dengan nonton layar tancep film-fimnya sendiri bersama pembokat-pembokatnya, maka empat orang buruh kere mulai malingin rumah bosnya. Niatnya: nyolong mobil.

Namun masing-masing maling punya interestnya sendiri. Satu maling terobsesi sama grand piano, satu maling terobsesi sama pernak-pernik kecil murahan yang bisa dibeli di jalan Surabaya atau di puncak, satu maling obsesinya cuman lihat-lihat dan mere-mere, dan satu lagi obsesinya sama celana dalam baru nyonya rumah. Ya, masih baru secara masih ada plastik tag merknya, jadi masih bau tanah abang, bukan bau me*i. Nyonya rumah balik sendirian karena dia Sosialis-te yang memperhatikan kebutuhan hiburan pembokatnya yang cuma seminggu sekali nonton layar tancep. Mungkin dia juga udah bosen nonton filmnya sendiri.

Anyway, ini film jelas-jelas ideologis, karena nyonya rumah yang diceritakan indo-belanda, dibunuh dengan bambu runcing, yang menembus perutnya, oleh buruh Indonesia. Merdeka! Hebatnya dia nggak mati-mati padahal bambunya hampir setebal pinang untuk Agustusan. Tapi wajar sih, secara waktu ketusuk terus jatuh nyamping, Luna Maya terlalu nyamping jadi ketahuan bambu yang diperut itu tempelan. Pantesan gak mati-mati kan. Jadi memang mungkin matinya karena dikubur hidup-hidup. Eh…

Terus waktu tahu si Suzzanna masih megap-megap hidup ketika dikubur, karakter Teuku Rifnu yang sampe tengah film masih “ingin melindungi Suzzanna,” tiba-tiba jadi yang paling semangat nguburin. Ini mungkin sindrom terlalu cepat ingin move-on, ketika gebetan tidak didapat, atau mantan terlalu mengganggu. Kubur! Kubur secepatnya! I don’t want to see you anymore, block-block-block!

Terus dijelasin berulang-ulang kalau Suzzanna jadi Sundel Bolong, dan Sundel Bolong itu perempuan yang mati ketika hamil dan dendam. Ini secara struktur folklore bermasalah sih. Secara, kalo kita nonton film-film lama Suzanna, Sundel Bolong mati diguna-guna, sehingga waktu hamil, janinnya pindah ke punggung dan keluar menembus punggungnya makanya belakangnya bolong. Jadi nggak konsisten aja kalo ditusuk dari perut sampe punggung, cuma punggungnya aja yang bolong. Atau mungkin ini referensi dari Sixth Sense, ketika Bruce Willis ditembak dari depan, tapi yang berdarah belakangnya doang waktu dia sadar kalo dia hantu? Bisa jadi…. Bisa jadii…

Cerita berlanjut dengan pembunuhan satu-persatu buruh-buruh ini. Nah, ini lucu. Buruh pertama, Dudun (Alex Abbad) mati kelilit kabel karena mesin yang dia nyalain sendiri, yang kabelnya nggak nyambung sama gulungan mesin. Udah nggak nyambung aja kepalanya sampe putus. Practical effect main lagi di sini, kepala yang putus bahkan gak mirip Alex Abbad. Apa mereka ga belajar dari Marlina si Pembunuh dalam Empat Babak, untuk bikin efek kepala putus yang dibawa-bawa kuda? Terus Suzanna bawa kepala itu buat apa? Eniwei, relakan saja. Mungkin kepala itu untuk sekuel.

Marlina Si Pembunuh dalam Empat Babak

Lanjut. Tiga orang buruh tersebut, ke rumah dukun pake mobil Jip.

[Hati nurani] Wait… bukannya mereka mau nyolong mobil bosnya awalnya? Kok punya mobil??

Jangan Suuzhon, mungkin itu mobil kantor. Mungkin itu warisan. Buruh boleh dong punya mobil, punya motor. Gak ada hubungannya dengan gerakan, tho!

[Hati nurani] Lah, kenapa nggak mobil itu aja yang dijual daripada nyolong mobil bos?

Jangan. Besok kerja pake apa?

[Hati nurani] Kan tinggalnya di asrama!

Lanjut ah, Babi sisir! Katanya Sundel Bolong hanya bisa membunuh orang dengan mempengaruhi orang tersebut sehingga ia bunuh diri atau bunuh orang lain–penulisnya cukup updet teori psikologi Schizophrenia. Tapi si dukun dibunuh Sundel Bolong tuh, dengan ditusuk semua indra di kepalanya, dan dijorogin ke batang pohon tajam. Salah satu penjahatnya juga dikubur hidup-hidup sama si sundel bolong. Iki piye? Jadi Sundel itu sebenernya bisa bunuh orang apa nggak sih? Bodo amat lah ya, pokoknya semua buruh durhaka itu mati. Dan si Kapitalis rajin solat pun juga mati menyusul istrinya, bukan ke akhirat, tapi jadi hantu yang jalan-jalan di rumahnya yang udah kebakaran. Akhirnya filmnya menjadi tragedi Shakespeare.

Jangan ditanya kenapa si kapitalis saleh jadi hantu sementara buruh-buruh mati gak balik lagi! Karena ini cuma film, tong! Buktinya, mana mungkin kapitalis dikubur di kuburan kampung gitu. Doi kan punya pabrik, emang dia kaga punya sodara? Lah itu harta, tanah, siapa yang warisin?

Karena ini film sosialis, sudah pasti semua alat produksi dan harta si Kapitalis soleh diberikan pada para buruh yang masih hidup. Terus harta sisanya disumbangkan ke masjid untuk mendukung gossip tetangga ibu-ibu pengajian yang comelnya gak ragu-ragu untuk bilang ke laki orang, “BINIMU SUNDAL!”

Hidup Sosialisme, hidup komunitas!

REVIEW OVERVIEW
Produksi
Akting
Sinematografi
Production Design
Naskah
Penyutradaraan
SHARE
Nosa Normanda adalah seorang Antropolog, Filmmaker, Producer dan Video Jurnalis internasional. Ia salah satu pendiri MondiBlanc Film Workshop.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here