Di sebuah kos-kosan sederhana di Depok di tahun 2015, sebuah revolusi kecil dalam dunia pendidikan film di Indonesia dimulai. MondiBlanc Film Workshop, yang diambil dari bahasa Aceh yang berarti “sumur di ladang,” telah tumbuh menjadi satu-satu nya workshop film yang konsisten di Jakarta. Saya mewawancari Nosa Nurmanda, mantan kepala program sekaligus founder MondiBlanc, dan Aka Witharja, Kepala Program MondiBlanc, tentang Filmmaker Profession Support (FPS) 2024, program MondiBlanc tahun ini yang baru saja berakhir.
Nosa Nurmanda, seorang lulusan Sastra Inggris dan Antropologi, adalah eksekutif produser film dokumenter serta jurnalis internasional yang telah menghasilkan ratusan film dokumenter dan belasan film pendek fiksi. Nosa, dengan pengalamannya sebagai periset, script doctor, dan asisten produser di berbagai film panjang, mendirikan MondiBlanc untuk menyediakan platform belajar bagi sineas muda.
Di sisi lain, Akarilalang Witharja, atau Aka, adalah lulusan Sastra Rusia dan meraih gelar Master Dramaturgi dari St. Petersburg University. Kini, ia menjabat sebagai kepala program di MondiBlanc sejak 2023. Aka telah menciptakan beberapa film pendek dan berhasil masuk 10 besar program kurasi JAFF-NETFLIX 2023. Kombinasi keahlian Nosa dan Aka membawa MondiBlanc ke level yang lebih tinggi.
MondiBlanc memiliki visi menciptakan industri film yang inklusif dan progresif. Misinya adalah memajukan industri film Indonesia melalui pendidikan non-formal berbasis produksi. Mereka menyediakan workshop, jejaring, beasiswa, serta alat dan fasilitas untuk mendukung para sineas muda. Banyak anggotanya telah menjadi filmmaker dan kru profesional di industri film Indonesia, bahkan beberapa mendapatkan beasiswa ke sekolah film bergengsi di luar negeri.
Salah satu inisiatif utama MondiBlanc adalah Program Film Professional Support (FPS) yang bertujuan menyiapkan sineas semi-profesional menjadi profesional. FPS sudah dilakukan 2 kali. Yang pertama adalah di tahun 2022 yang menghasilkan 3 film pendek yang dihasilkan dengan produksi besar (kru sekitar 40 orang denga budget ratusan juta). Ada delapan kelas di FPS 2022: produksi, penulisan, penyutradaraan, akting, sinematografi, desain produksi, post produksi, dan desain suara.
Sementara itu, FPS 2024 terbagi dalam lima kelas utama: Penulisan Naskah, Penyutradaraan, Produksi, Akting, dan Keterampilan Below The Line seperti Sinematografi, Desain Produksi, Editing, dan Sound. FPS bukan hanya bertujuan untuk melatih dengan workshop, tapi juga membuat portfolio peserta melalui naskah, fotografi, pitch deck, dossier, comcard, dan film-film pendek.
“Program ini adalah orientasi pertama bagi semua peserta untuk memastikan mereka siap dan tahu apa yang mereka harapkan,” ujar Nosa. FPS memberikan dua jalur: Portofolio dan Non-Portofolio yang memastikan semua peserta mendapatkan manfaat maksimal.
Perbedaan FPS 2022 dengan FPS 2024 ada di outputnya. FPS 2022 lulus setelah syuting film, sementara FPS 2024, lulus setelah peserta menyelesaikan pitch deck, dossier, dan tugas-tugas kelas mereka. Ketika mereka sudah lulus, akan diadakan pitching forum profesional untuk menarik investor.
Peserta FPS sebelumnya banyak yang berpendapat bahwa program ini memberikan simulasi industri yang realistis dan praktis.
Sementara itu, di FPS 2024, para peserta merasa bahwa ilmu yang diajarkan bukan cuma inklusif tapi juga praktikal dan terukur. Komunikasi antar departemen terjalin dengan baik untuk koordinasi, dan mereka bersiap untuk bisa melaju di Pitching Forum Profesional yang akan diadakan Agustus-September 2024.
Dengan visi yang jelas dan dedikasi yang tinggi, MondiBlanc Film Workshop terus membantu sineas muda berbakat agar siap berkontribusi dalam industri film Indonesia. Bagi mereka yang ingin menapaki dunia film dengan pendekatan yang inklusif dan progresif, MondiBlanc adalah tempat yang tepat untuk memulai perjalanan mereka.
