Andi Nadaa Nafiisa, atau akrab dipanggil Nada, adalah penerima beasiswa Insights – MondiBlanc untuk program inklusif Filmmaker Profession Support 2022, sebuah program untuk transisi amatir menjadi profesional. Selama program, Nada telah membuat sebuah film berjudul Galeri Hati, sebuah film berbahasa isyarat tentang kekerasan seksual, dan sebuah video musik. Trailernya kamu bisa saksikan di atas artikel ini. Kali ini, kita akan mewawancarai Nada tentang pengalaman workshop dan filmmakingnya di Mondi dan di luar Mondi setelah selesai workshop.
Ceritakan bagaimana kamu bisa bergabung dengan MondiBlanc dab apa saja yang kamu buat bersama mondi?
Awal bulan Maret 2022, saya bertemu kepala Lab Acting MondiBlanc, Putri Ayudya dari teman saya, Ricendy. Di situ saya mendapat informasi dari kak Putri tentang Mondiblanc, kemudian ditawarkan beasiswa untuk mengikuti kelas FPS 2023. Senang banget, karena merasa mendapat berkah besar dari Tuhan setelah gagal mendapatkan beasiswa kuliah film. Saya mengikuti kelas FPS directing, production, dan scriptwritting selama 7 bulan dari Mei 2022 sampai November 2022. Selama di Mondi, saya mendapat kesempatan untuk berkarya sebagai produser music video, sutradara film pendek dan asisten sutradara untuk film Eksekusi Jaminan, bagian dari produksi Omnibus By The Sea.
Apa yang menginspirasimu untuk memproduksi sebuah video musik dan menyutradarai sebuah film pendek dengan bahasa isyarat?
Di sini, masih banyak yang belum mengerti bahasa Isyarat dan diskriminasi terhadap bahasa Isyarat masih terus terjadi hingga sekarang. Oleh karena ini, saya ingin bahasa Isyarat dapat mempersatukan orang-orang menjadi satu tim inklusif, bisa menunjukkan ke dunia bahwa dalam pembuatan karya tidak ada keterbatasan bahasa. Kita bisa bikin karya dari orang yang berbeda-beda dan itu unik. Cerita yang mengangkat bahasa Isyarat dapat membuka banyak lembaran baru dan itu membantu saya untuk percaya diri selama berkarya.
Bagaimana kamu menyikapi pengisahan dan pengangkatan tema pelecehan seksual dan trauma dalam karya-karyamu?
Saya memastikan bahwa orang-orang yang terlibat tema pelecehan seksual dan trauma merasa nyaman dan tidak terganggu selama produksi. Saya juga menanyakan kondisi cast apakah ia baik-baik saja atau tidak jika ada hal yang ke-trigger. Tim kami berusaha untuk terbuka dalam berpendapat karena kami tak tahu si aktor pernah menjadi korban atau tidak. Kami juga memastikan tidak menggunakan paksaan dalam berproduksi.
Bisakah kamu berbagi tentang tantangan apa saja yang kamu hadapi sebagai seorang sineas Tuli, dan bagaimana kamu mengatasi tantangan tersebut?
Pengetahuan saya dalam dunia film belum besar, sehingga masih harus belajar lagi untuk memperdalami bahasa film. Misalnya, saya punya bayangan apa yang saya mau, tapi sulit untuk mendeskripsikan/menggambarkan bayangan itu dengan jelas dengan tulisan maupun bahasa Isyarat. Seolah-olah saya mencari puzzle yang pas untuk menaruh di tempat yang sesuai potongan puzzle. Saya juga merasa terhambat saat terlibat ke dalam proyek yang tidak ada akses JBI atau tidak ada satupun crew yang bisa bahasa Isyarat. Untuk menghindari miskom atau membuang waktu dan menguras energi untuk komunikasi, saya berusaha berkomunikasi sebelum Pre Production Meeting (PPM) dan produksi, pastikan ada crew yang bisa bahasa isyarat atau membuat workshop dasar bahasa isyarat untuk crew-crew agar lancar dalam komunikasi dengan crew Tuli. Untuk sound dan aktor berlisan, hal yang sangat impossible untuk saya monitoring, saya berkolaborasi dengan sineas dengar yang cocok dengan konsep saya, dan tentunya seorang sound designer berpengalaman yang mau berusaha untuk mengerti saya sebagai sutradara Tuli.
Bagaimana proses kreatifmu dari konsep hingga produk akhir?
Biasanya saya dengarkan suara dari dalam hati saya terlebih dahulu, karena ia bisa menentukan niat sebesar apa sebelum membuat konsepnya. Saat membuat konsep, saya harus merasa ada motivasi, inspirasi dan pesan moralnya dalam visual. Berani diskusi dengan tim agar lancar dalam produksi dan terima kesalahan untuk diperbaiki. Pertama saya memastikan tim yang terlibat untuk menyetujui bekerja sama dengan saya dan memastikan mereka merasa nyaman atau tidak tertinggal info saat bekerja, mematangkan pemahaman aktor Tuli dalam reading, dan tetap berusaha untuk komunikasi dengan tim untuk menyampaikan konsep apa yang diinginkan sehingga bisa melahirkan produk yang bisa memiliki value.
Video klip berbahasa isyarat oleh Ari Tallin, diproduseri oleh Nada Nafisaa.
kamu bercerita tentang pengalamanmu menyutradarai aktor dan aktris yang tuli dan yang tidak, dan apakah ada perbedaan dalam pendekatanmu?
Pengalaman saya saat menyutradarai aktor/aktris Tuli dan dengar benar-benar berbeda. Saya mau bercerita latar belakangnya dulu. Di Indonesia, kita kekurangan sistem pendidikan dengan akses bahasa Isyarat Indonesia (BISINDO) sehingga banyak anak Tuli mendapat ketidaksetaraan pelajaran dan berakibat banyak anak Tuli tidak dapat mengembangkan potensi bahasa Indonesia. Saat reading, saya harus menjelaskan ulang sampai dapat dipahami dan juga memperagakan visual yang diinginkan ke aktor Tuli agar mereka mendapat konsepnya dengan jelas.
Untuk aktor dengar, saya bisa langsung mengarahkan dan memotivasi dengan akses Juru Bahasa Isyarat (JBI). Saya juga berdiskusi dan minta masukan dari mereka agar relate dengan dunia dengar karena saya belum pernah hidup sebagai orang dengar. Untuk memerankan karakter Tuli, dari pengalaman saya, dua-duanya ada kelebihan dan kekurangan. Saya ada pengalaman mengarahkan aktor Tuli untuk berkarakter tuli, jadi saya tidak perlu mentoring agar dia menyerupai karakter seperti orang tuli karena sudah secara alami dari hidupnya sebagai Tuli asli. Namun untuk skill akting masih belum mampu mengontrol emosi/masih banyak jumping. Saat dengan aktor dengar, saya mentoring agar dia menyerupai karakternya seperti orang Tuli dan tidak perlu mengarahkan skill akting karena aktor dengar dapat menyesuaikan emosinya. Karena ini semua balik lagi tergantung pemahaman mereka dalam reading dan pengalaman keaktoran mereka.
Bagaimana kamu melihat karya-karyamu memberikan kontribusi pada percakapan yang lebih besar seputar keragaman dan inklusi dalam industri film?
Sejauh ini makin banyak orang di luar sana dapat percaya bahwa teman Tuli dapat berkarya dan bisa diajak untuk bekerjasama dalam menciptakan inklusivitas dalam industri film. Karya yang memiliki cerita bahasa Isyarat dapat membukakan pandangan baru ke banyak orang bahwa dunia Tuli memiliki bahasa dan budaya sendiri dan juga sedang mencari ketentraman hidup sebagai Tuli di Indonesia.
Kamu diterima di sebuah sekolah seni di Amerika Serikat. Apa yang kamu harapkan dari mengejar gelar master di bidang film di luar negeri?
Karena di Indonesia masih krisis akses JBI untuk teman Tuli menimba ilmu, saya berharap dapat kesempatan untuk menimba ilmu filmmaking di luar negeri yang lebih dalam lagi karena di sana banyak menyediakan akses JBI sehingga berhasil mencetak filmmaker Tuli sukses-sukses seperti Jordan Braham, Marleen Martin, CJ Jones, Kiyo Sato, Christine Marshall, Nyle DiMarco, Chellaman dan lain-lain. Saya ingin dapat berkontribusi pada Indonesia sehingga sistem atau situasi industri perfilman bisa menjadi lebih inklusif dan juga dapat menciptakan film yang memiliki cerita mengandung point yang lebih berbeda & dapat membawa perubahan besar adalah tujuanku mengejar gelar di bidang film di luar negeri.
Bisakah kamu berbagi tentang proyek-proyek masa depan yang kamu rencanakan?
Tentu. Saat ini saya ingin mengerjakan proyek yang berkaitan dengan kesehatan mental Tuli dan bahasa isyarat karena di sini banyak yang belum mengerti pentingnya kesehatan mental kawan tuli dan bahasa Isyarat. Selain itu, saya juga berencana menciptakan proyek yang menunjukkan dunia kita berbeda-beda tapi bisa bersatu. Saya berharap supaya makin banyak mau berkolaborasi project ini agar dapat menyalakan lampu inklusif sehingga dapat membawa perubahan yang baik.
Bagaimana kamu melihat karya-karyamu berkembang dan berdampak pada komunitas tuli dan masyarakat secara umum?
Saya ingin karya-karya saya dapat memotivasi ke teman-teman Tuli; bahwa tuli juga bisa menjadi sineas dan tidak ada batasannya. Saya ingin mereka akan merasa terdorong untuk mengejar impian mereka dengan passion. Masyarakat umum akan lebih banyak percaya sehingga meminta untuk berkolaborasi dengan teman Tuli. Komunitas Tuli akan selalu teringat selama ada film yang mengangkat cerita kehidupan Tuli dan dunia mereka. Kepercayaan antara masyarakat umum dan komunitas tuli akan tetap terjaga utuh dan tidak perlu ada konflik lagi jika mereka mau melibatkan teman tuli ke dalam karya yang mengangkat dunia tuli agar sama-sama merasa nyaman dan merasa direspect.
***
Saat tulisan ini dibuat, Nada sedang bersiap-siap berangkat ke Amerika Serikat untuk mengejar cita-citanya menjadi filmmaker Tuli dengan standar internasional.
Nada adalah salah satu langkah kecil MondiBlanc untuk dapat membuat industri film Indonesia menjadi inklusif.
MondiBlanc adalah sebuah Yayasan non-profit yang berjalan 100% dengan donasi. Kelas-kelas yang diampu pun diajar dan dijalankan oleh orang-orang berdedikasi dan semi-volunteer.
Jika kamu hendak mendukung gerakan Mondi untuk menyediakan tenaga kerja film yang lebih profesional, dan membantu sekolah-sekolah film untuk bersama membuat industri film lebih baik, silahkan klik link di bawah ini untuk berdonasi.
DONASI YAYASAN MONDIBLANC FILM WORKSHOP
Untuk kerjasama dan kolaborasi, silahkan email ke [email protected], atau hubungi admin instagram @mondiblanc.